Hidup itu semacam permainan. Kalah atau menang, itu sebuah suratan.

17 Apr 2012

Salak dan Pangrango

Burangrangku memagut punggungku, berkata,
"Ya, naik lagi. Kau akan sampai."
Tapi Colemanku berkata,
"Simpan tenagamu dan masuki aku selagi
hangat."

***

Pada hari itu dingin, matahari buta dan pucat.
Awan seperti tumpahan susu kadaluarsa,
mengambang di atas langit Salak.

Kepada ruas konifer di setapak jalan
mohon tutupi dulu dingin yang menjerang tulangku
Kepada lilaka yang menyambut kakiku pelan.
cintai jariku dan basuh dengan embunmu
Perjalanan masih jauh, masih lama untuk buang sauh.

Tetapi empeduku berkata lain, Ia meludah pahit
ke dalam pembuluhku. Dan ginjal, Ia berhenti bekerja
dan menghadiahkan permata sekeras batu.
Apa yang kau lakukan, tubuh? Jantungku berpeluh.

Jeritan jauh melontar angin ke sini dan mengaduh.
Salak akan runtuh.

Pangrango akan cemburu kepadaku. Tubuh Salak akan
lebih dulu menubrukku dan menghadiahkan kematian untukku.

Membantuku menjawab rahim pertanyaan,
yang sudah diberikan sebagai tugas sampai kaku tubuhku.
Kini semua akan hilang tapi terang benderang.
Yang semula perang akan damai seperti seutas benang
di tenunan Eyang.

Lihatlah, Pangrango. Kematian itu cuma sehal.
Tak lebih dan tak kurang. Suatu sudah pada jalannya
dengan empedu-empedu dan ginjal-ginjal.
Dengan Burangrangnya, dengan Coleman-nya.

Lihat, Pangrango, sekarang aku seteguh kakimu.
Semegah puncakmu. 

Tiba aku di sana, runtuhlah dirimu.


16 April 2012

0 comments:

Posting Komentar