Hidup itu semacam permainan. Kalah atau menang, itu sebuah suratan.

12 Feb 2012

Menyapa Cerpen

Begini, ibaratnya kalau dahulu saya hanya mengajak bicara si puisi, sekarang mungkin saya sedang bilang kepadanya, "Sebentar, ada telefon. Dari Cerpen."

Saya baru sadar sekarang, betapa hidup berdampingannya puisi dan cerpen. Di mana kedua dunia itu saling bersentuhan dan membagi peraturan-peraturan yang secara kodrati harus ditaati. Kalau saya lebih dahulu mengenal Cerpen, mungkin saya tidak akan terlalu kaget berkenalan dengan puisi. Saya sekarang memasuki gerbang yang penuh fatwa haram, di mana kesalahan sedikit berarti kesalahan semuanya. Pembaca cerpen adalah hakim yang sangat sensitif, dengan beribu pasal ancaman kepada terdakwa--sang penulis cerpen.

Saya lebih dahulu belajar menjadi hakim, tetapi dengan pengalaman yang jongkok. Jadi saya sekarang harus lebih berhati-hati menghakimi. Dari sinilah saya akan belajar menjadi terdakwa, dari tindakan kriminal sang penulis yang saya anggap sebagai "kesalahan" dan dari situ saya akan berusaha menulis untuk tidak melanggar pasal-pasal tersebut.

Tapi, tak ada salahnya toh kalau saya lebih dahulu belajar menghakimi--atau lebih tepatnya mengkritisi. Dengan alasan jelas yang telah saya sebutkan sebelumnya.

Jadi akhir-akhir ini saya sering ke perpustakaan SMA saya, SMAN 61 Jakarta. Rak Fiksi tentu menjadi tongkrongan saya sehari-hari setelah pulang sekolah. Wajar, sekolah negeri dengan koleksi yang relatif sedikit, saya setidaknya sudah hafal peta letak buku-buku di rak Fiksi tersebut. Ada beberapa novel--tak sampai sepuluh--serial Detektif Hercule Poirot oleh Agatha Christie; Paulo Coelho--dari The Devil and The Miss Pyrm sampai The Pilgrimage; novel-novel islami Asma Nadia; Kumpulan Esai, Cerpen, dan Puisi Horison; Tirani dan Benteng; Kumpulan Cerpen Korea; The Host--Stephenie Meyer; beberapa novel klasik--Layar Terkembang, Siti Nurbaya; dan lain-lain.

Ketika sampai "interest" saya kepada makhluk baru ini yang bernama cerita pendek, saya mulai mencari-cari. Smokol saya dapatkan--kumpulan cerpen terbaik Kompas tahun 2008. Menarik, covernya depannya seperti ada buto ijo (berwana merah, tapi) yang kelihatan senang memasak. Judulnya juga unik dan belum pernah saya dengar--Smokol? Apa itu? Nama masakan? buto merah ini? Saya kemudian meminjamnya dan sama sekali tidak menyesal dengan isinya.

(Tulisan dibawah merupakan tulisan penghakiman)


Smokol--juga merupakan judul cerpen pertama yang menjadi pembuka. Alam bawah sadar saya mengatakan cerpen ini seperti sebuah single kalau dalam album musik. Cerpen ini ditulis oleh Nukila Amal, dan menjadi Cerpen Kompas terbaik tahun 2008. Tentu saya penasaran.

Batara atau Batre senang menggelar acara smokol dirumahnya. Smokol adalah acara makan tanggung antara makan pagi dan siang. Batre menjadi pemasaknya. Kelompensmokol--atau kelompok penikmat smokol yang terdiri dari Batara sendiri, Syam, dan si kembar Anya dan Ale--berpikir bahwa santap smokol adalah hari ideal yang penuh kebahagiaan. Mereka selalu menanti-nantikan hari Sabtu terjadinya peristiwa makan besar ini. Biasanya di malam sebelumnya mereka tidak terlalu banyak makan, tidak berulah macam-macam yang bisa mengakibatkan sakit gigi atau gangguan pencernaan, dan berangkat tidur lebih awal.

Penasaran kan dengan ceritanya? Sinopsisnya saja sudah bikin 'ngiler' dengan hal unik yang baru ini..hahaha. Nah, berikut resesnsinya: (dari saya, tentunya)

Nukila Amal melahirkan sebuah cerpen berwarna, dan penuh citarasa. Diksinya yang cerah mengalun lembut di setiap paragraf ditambah dengan humor getir sepanjang cerita. Dan bukan hanya itu, kalau kita telisik lebih dalam, cerpen ini adalah sebuah metafor manis yang pada akhir ceritanya membuat kita terenyuh sebentar--menyadari bahwa cerpen ini bukan ditulis sembarang saja, tapi dengan penuh makna berdasarkan keadaan dunia sekarang. Sebuah cerpen satirikal yang dibungkus dengan kertas warna-warni, saya kira. Rasanya campur-aduk di kepala, dan benar-benar menggugah--menyelesaikan cerpen ini seperti baru saya melakukan pesta smokol dengan Batre, dengan perut kenyang dan penuh dengan kepuasan.

(to be continued) Ulasan cerpen "Terbang", "Perempuan Sinting di Dapur", "Kartu Pos Dari Surga", dan lain-lain.

0 comments:

Posting Komentar