kubah tigadimensi menghalangi
pada peron sempit di ketiakmu, waktu.
jarum jam berdetak dan jatuh.
suara tembaga berdentang menubruk
lantai marmer di persinggahan kita dulu.
menuju dan melewati, angka tigabelas di
perempatan kisahku itu. suatu malam gerimis
dimana harimau dalam nadiku mengaum, lagi.
pada waktu itu aku menunggu dan mengejar
kereta uap yang mengantar, tidur peri-peri mimpi
yang sejenak terbangun melukis pagi.
(dalam mimpiku, tentunya)
pagi yang hening, dandelion menghirup kabut
gigil tubuhku diam dalam kepalan bening, tangan
seorang dewi cantik. tangan yang kuning.
di sebuah mimpi dimana 'ku tak tahu waktu
kemana perginya Ia? ke ketiakmu 'kah, dewi?
aku benci ini surgawi. Tanpa waktu yang ingin kulewati.
dan peri mimpi menendangku kembali.
memar. aku terbangun dengan memar, di
dalam sebuah kaku kamar. memar di ingatan
ingatan yang selalu tak kuingat.
mimpi. mimpi yang kukejar kembali
yang berakhir dalam anomali. mimpi
tidur
malam
pagi
mimpi
harimau dalam nadiku mengaum, lagi.
0 comments:
Posting Komentar