Desir debu menggenang di udara sekitar kota ilusi
Membinasa tenang melingkup yang sempat terhenti.
Seorang anak bertanya kepada ayahnya, "Apa yang terjadi?"
"Kita hanya seonggok ilusi, nak." jawabnya sekali
Cuma sebaris khayalan bergulir, tak menentu arah, menyesap dalam sanubari.
Angin hari itu satir, pedih, dan sementara menampar hati.
Membisik kenyataan tak terperi, meronta dan menangis sekali lagi.
"Kita hanya seonggok ilusi nak." jawabnya dua kali.
Mereka mulai menutup jendela, pintu, dan segalanya.
Karena tak ada yang berarti setelah rantai peristiwa pecah menyebar.
Uratmu dan uratku mulai berjengkal padu, berpisah ke udara.
Jejak yang dulu terpatri di belakang mulai merah dan memudar.
Aku hanyal seonggok ilusi, yang terbuang sia-sia.
30 Januari 2010
0 comments:
Posting Komentar