Hidup itu semacam permainan. Kalah atau menang, itu sebuah suratan.

1 Des 2011

Kuburan Laut

Ombak menyaput ujung kaki. Butir pasir terbawa
darah masih berlumar di peti
mati yang kuseret sepanjang garis tepi
dari lanskap pasir yang kubilang tadi.

isinya? masih tak berani kubuka. mungkin
stereotip masa kecil, mencolek nurani
"Jangan kau dekat-dekat dengan peti mati."
tapi kuseret engkau mayat, yang dari tadi
menggebuk kayu dengan kepalamu yang kaku
Mungkin coba melirih, "Bakar dulu diriku
sebelum engkau buang ke laut....."

suara tak sampai
jatuh dalam lembah jauh takkan terdengar
dalam debur ombak yang menderu bingar
aku membatin, "Maaf, tak sempat, kubakar."

kayu itu berat, dari kayu jati Jepara
aku memesan pada tanggal yang kulupa
tapi akan selalu kuingat mengapa.
Hari itu libur nasional. Aku tak tahan
kemunafikan. Engkau bertahan.

Dari kubur seorang penjaga kubur. (Aku tak
menganggap ada satu mayat tak berharga.)
pelepah pisang itu tumbuh subur. Aku pasangkan
kafan terhalus dan terputih
agar rintih busukmu tak keluar-keluar. Mukanya
kutempel poster (Calon) Walikubur: Sukar
dapat kursi, sukar dapat kubur.

Ah, apa daya, nasi sudah menjadi bubur.
Aku ingin carikan kamu kubur.

Yang tak pantas
tapi pantas bagimu.

Ke laut, dimana tanah lenggana menerima.
Ke palung, dimana langit enggan bertamu.

***

Ombak menyaput ujung kaki. Butir pasir terbawa
Demi Indonesiaku, tapi aku takbisa berbuat apa-apa.


1 Desember 2011

0 comments:

Posting Komentar