"Dan mereka berkata tak ada arti."
penasarankah engkau apa yang sembunyi
dibalik huruf 'i'
sehingga makna sungguhan yang tidak mencari
tetap berlari-lari dibalik puisi?
kata-kata bergandeng di balkon mata
teras kepala, tapi silau cahaya seperti
sebilah sembilu menderai tirai, dan kita
masih enggan 'nyemplung' dan menari.
sebagai perantara pena yang punya lisan
desahan dan kemaknaan, seharusnya penyair
lebih memilih dalam memilah arti
yang akan diwarnai dengan metafora dan lain-lain.
biru bukan hanya berarti sedih, bisa damai
dan mawar bukan hanya wangi, bisa juga darah
"Demi merah yang membiru mawar di damai darah."
Seperti apa kau bisa artikan? Kalimat itu saja
masih enggan melekat di pelupukmu yang berlipatan
dan masih saja kita peduli, pada puisi yang egois dan arogan
tercipta disengaja, tidak dituju untuk mengeja makna yang segan
Bebas.
Cuma alasan.
Tetap saja kita mencari
lilaka di antara rumpun lumut
ditengah spasi-spasi
Bebas tidak tentu bisa dijadikan alasan.
Kamus-kamus bahasa terbuka
tak tersentuh
lema di dalamnya, merintih, iri, dan kadang heran
mengapa bukan 'kusaja yang kau hunus.
19 Desember 2011
0 comments:
Posting Komentar