Hidup itu semacam permainan. Kalah atau menang, itu sebuah suratan.

1 Jul 2012

Ikrar

bunyi itu makin menjadi riil. Bunyi senggukan klarinet
pada mulut yang sepi, doa yang tabah dari kami.
Pantul tuts menggema di sudut jantung, lekuk pantun:

1. Kami masih mencoba mengisi gelas tinggi ini
dengan cair yang santun.
2. Dengan lenting bunyi detakmu, bernapas satu-satu.
Aku terlambat menaruh suara dalam rongga itu.
3. Liana rambati sela rapat, ia menjadi pepat karena
himpit kelabu kian rapat.
4. Pada hitungan empat, ketuk yang sempat. Tetap
ada sebuah ucap yang terlambat.
5. Cukup untuk diketahui jika manis di depan, maka
belum tentu sepah di belakang.
6. Sudahlah, bukan cerita bila puncak tiada. Heranlah
bila akhir binasa.
7. Pasang kembali hasrat yang semula kukibaskan
di tangan kiriku, air mata yang kuusap di kananku
8. Semua sudah pasti, dan akan nanti, baik-baik seperti dahulu,
lagi.

25 Juni 2012

0 comments:

Posting Komentar