Hidup itu semacam permainan. Kalah atau menang, itu sebuah suratan.

10 Mei 2011

Tanda Mata (Mati) Untuk Anindya

dulu:

untuk cerlang matanya kuangsur dua malaikat dari petala teratas
dan kuhembus angin lindap surga serta tempias telaga dari emas
Inilah tanda mata untukmu, Anindya, sengaja kutangkup tanpa balas;
Terimalah dan taruh sulaman cinta dalam sudut hatimu yang pernah kelam,
benam, dan tulis dengan kalam dalam gelap ranah malam.

sekarang:

genggam tanganku, Anindya. Kita susun bintang-bintang yang berserakan
usut tali pelangi yang dibeli langit kepada hujan
celup cahya pelita dalam laut jingga,
kuning keemasan.
Ya,
kita rangkai semesta dan rajut mimpi-mimpi centang-perenang.

nanti:

malam,
kecup, Anindya, sesap madu  dan ligat lidahmu  dalam sudut bibirku
dekapan deras tanganmu memenuhi malamku, menabuh genderang nadiku
berpeluh kita tak apa, jengkal kulitmu menempel rindu
letupan merah muda bergabuk disekeliling kita,
menjawab cinta mabuk yang tertahan di kata.

mati:

kuregang nyawamu, Anindya, sambil kupilin dera sakitmu
terkejut?
tak apa, anggap saja pagutanmu tak pernah berlanjut.
kuucap terimakasih pada hatimu, meninggalkan rongga menganga di dada.
sementara kurenggut cintamu yang sekepalan tangan,
kan kuperas dan kutelan telak depan matamu.

sebagai ejekan,
sebagai hinaan,
kutimba darahmu yang kusimpan dalam sumur benci
aku mandi dengannya.
mandi dengan air merah tedas,
air tubuhmu yang penuh kebohongan

April-Mei 2011

0 comments:

Posting Komentar